SUMUR TUJUH GUNUNG KARANG
DAN HIKAYAT PENAKLUKAN PUCUK UMUN
Di atas Gunung Karang ini ada
keajaiban alam yang mungkin jarang di temukan di tempat-tempat yang lain. Pada
umumnya sebuah mata air sering kita jumpai di kawasan lereng atau di kaki
sebuah gunung, namun sungguh kuasa Allah Swt di Gunung Karang mata air itu
benar-benar muncul di puncang gunung tersebut. Mata air tersebut muncul menjadi
7 (tujuh) sumber, yang oleh penduduk sekitar disebut dengan nama “sumur tujuh”.
Ada keyakinan yang muncul dalam
masyarakat, bahwa air sumur tujuh mempunyai khasiat yaitu untuk
membersihkan diri dari gangguan energi-energi negative. Caranya adalah dengan
berdoa dan mandi keramas di sumber air tersebut.
Berikut ini gambar-gambar sumur tujuh :
Gambar 1: Sumur Tujuh dalam Satu Lokasi Gambar 2: Sumur Ke-Satu
Gambar 3: Sumur Ke-Dua Gambar
4: Sumur KeTiga
Gambar 5 Sumur KeEmpat Gambar 6: Sumur ke-Lima
Gambar 7: Sumur ke-Enam Gambar 8: Sumur ke-Tujuh
Usul punya usul, sejarah sumur tujuh
gunung karang adalah bermula dari pada penaklukan pucuk umun oleh sultan Banten
Maulana Hasanudin. Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan
nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang
pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk
Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau
seorang diri ke arah barat.
Setelah setengah perjalanan
beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan
beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat
petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap
“Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau
ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah
negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung
Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke
Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya
beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di
sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju,
beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan
dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki
Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin
dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana
Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar
Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu
bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya
beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya
bertekad bulat memeluk Islam.
Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin
kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju
diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada
keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri
dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata
“Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu
yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki
anak perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin
berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan
pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan
apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah
keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan
santri Maulana Hasanuddin ini.
Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju
diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana
Hasanuddin.
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan
Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang
akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan
dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari
tempat Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu
Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun
kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa
Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat
semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan
atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata
kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian
ikuti langkahku”. Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan
Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua.
Maka berangkatlah mereka bertiga
menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun
berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan
santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman. Maka
bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk
Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang
ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang
Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin
“Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua
Islamlah, masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah
kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya
belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan
apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah
kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan
Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih
tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung
kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan
Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena
yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di
wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.
Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar
istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang
terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor
ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin
bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan
menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi
Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan
Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan
memiliki raut mirip jalak putih.
Setelah siap maka Maulana Hasanuddin
yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa
palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan.
akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari
Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu
kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun
berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah
kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam
jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.
Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk
Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun
dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan
dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago
mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi
dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana
Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus
berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago
Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu.
Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun
berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam
jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja.
Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca
dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin.
Sementara itu, Pucuk Umun yang telah
dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada
tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya
takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas
“keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya
Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin.
selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin.
mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik
mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas
awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan
menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis
laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah
kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan
Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas
dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.
Ada kisah lain, bahwa setelah pucuk
umun dikalahkan dalam adu ayam dengan sultan Hasanudin, pucuk umun kemudian
tidak mau menepati janjinya untuk tunduk dan memeluk agama Islam, akan tetapi
kabur ke gunung karang, kemudian di kejar oleh sultan Hasanudin dan dalam
pegejarannya, sultan Hasanudin beristirahat di sebuah tempat yang dinamakan
Pandohokan (panohokan) yang terletak di Desa Kaduengang.
Alkisah, pengejaran pucuk umun sampai
ke puncak gunung karang dan akhirnya pucuk umun mengaku kalah adu kesaktian
dengan sultan Hasanudin, dan Pucuk Umun juga tetap tidak mau memeluk agama
Islam tetap mempertahankan keyakinan pada ajaran nenek moyang (sunda wiwitan),
akhirnya Pucuk Umun undur pamit setelah mengaku kalah dan kemudian bermukim di
Ujung Kulon sampai akhir hayatnya. Adapun pengikutnya yang loyal, memutuskan
untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka menetap di Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang sebagai satu komunitas yang
melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan.
Hikayat munculnya sumur tujuh
tersebut di Gunung Karang merupakan tempat peristirahatan sultan Hasanudin
setelah mengejar dan menaklukan Pucuk Umun, air pada sumur tersebut dijadikan
sebagai air minum sultan Hasanudin.
Itulah hikayat sumur tujuh yang
masih ada kaitannya dengan sultan Hasanudin ketika menaklukan Pucuk Umun, bagi
masyarakat muslim yang hendak mendaki gunung karang dengan tujuan akhir yaitu
puncak gunung karang yang terdapat sumur tujuh, hendaknya tidak mengkultuskan
sumur tersebut dikhawatirkan akan membawa pada kemusyrikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar