Senin, 30 November 2015

FILSAFAT ( PEMBAGIAN PENGETAHUAN, ASPEK PENGETAHUAN DAN SUMBER PENGETAHUAN)

PEMBAGIAN PENGETAHUAN

Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing. Termasuk ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak persis dari kata Inggris humanities, berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial pun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial) yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema yang didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur Tengah, studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi budaya (cultural studies), dll.
Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini harus didekati dari berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua, pedalaman Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu antropologi, kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin (sosiologi, psikologi, semiotik, bahkan filsafat).
Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam kajian-kajian keislaman, termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum terutama dalam permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi memadai. Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman mazhab-mazhab. Ilmu-ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan dalam penentuan hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum pembuatan bayi tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk menghukumi soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami. Dll.

TIGA ASPEK PENGETAHUAN

Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ontologi

Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?

Epistemologi

Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja?

Aksiologi

Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak mesti dicirikan oleh perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi objek dari dua pengetahuan sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda. Filsafat dan agama kerap bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas hakekat alam, baik-buruk, benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda. Sementara perbedaan antar sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan metodenya sama.

SUMBER PENGETAHUAN

Indera

Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebutempirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.

Akal

Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu.

Hati atau Intuisi

Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) ataunoumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson.
Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.

LOGIKA

Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan.
Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah:
  • Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor)
  • Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor)
  • Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi)

Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh:
  •  Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus)
  •  Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
  • Semua manusia akan mati (kesimpulan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar