PEMBAGIAN PENGETAHUAN
Saat ini pembagian pengetahuan
yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada yang memuaskan dan diterima semua
pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam dunia keilmuan di Barat terbagi
menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan humaniora. Termasuk
ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences)
dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan
cabang-cabangnya masing-masing. Termasuk ke dalam humaniora adalah segala
pengetahuan selain itu, misalnya filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok
besar humaniora sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya
perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi,
epistemologi, maupun aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada
perbedaannya, atau barangkali sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan
humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri,
pengindonesiaan yang tidak persis dari kata Inggris humanities, berarti
(segala pengetahuan yang) berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi
kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial pun layak dimasukkan ke dalam humaniora
karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi
di Barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora
dan ilmu sosial) yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup
mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan
pendekatan interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan.
Bidang-bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak
lagi hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema
yang didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur
Tengah, studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi
budaya (cultural studies), dll.
Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini
harus didekati dari berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif. Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua,
pedalaman Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu
antropologi, kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin
(sosiologi, psikologi, semiotik, bahkan filsafat).
Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam
kajian-kajian keislaman, termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum
terutama dalam permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi
memadai. Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman
mazhab-mazhab. Ilmu-ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan
dalam penentuan hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum
pembuatan bayi tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk
menghukumi soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami. Dll.
TIGA ASPEK PENGETAHUAN
Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan
pengetahuan lainnya, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi
Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan.
Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah
pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek
tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?
Epistemologi
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas
pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya
suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa?
Kriterianya apa saja?
Aksiologi
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral
pengetahuan. Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa
pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan
dengan norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak
mesti dicirikan oleh perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi
objek dari dua pengetahuan sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda.
Filsafat dan agama kerap bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas
hakekat alam, baik-buruk, benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda.
Sementara perbedaan antar sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan
metodenya sama.
SUMBER PENGETAHUAN
Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik
atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok
ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita
mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga)
yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk
membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa
membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang
memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut
juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih
kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan
satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebutempirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714)
dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang
empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan
yang benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera
jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak
sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air
terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih
kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau
terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita
bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan
indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara
fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan
yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu
tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan
akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari
sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat
umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di
rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan
lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat
bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu
selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain
substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional,
logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan
lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes
(1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang
diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu.
Hati atau Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau
intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang
menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan
yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang
jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja
tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun
bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita
sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati
pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun
pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia
tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya
sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah
memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan
pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan
muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu
kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah
digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang
tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual.
Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut
Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada
pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) ataunoumena. Akal hanya
bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena),
sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh
apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Kecenderungan akal untuk
selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan)
dan spatialisasi (meruang-ruangkan)
membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari.
Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman
eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung,
bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang
merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai
carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati
juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau
makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan
hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber
lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai
kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192)
yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme),
dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan
oleh Henry Bergson.
Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut
wahyu. Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan
mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada
yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis
intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi
antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme
masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan
ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat
terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme,
‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi
Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang
mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian
positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan
untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber
pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.
LOGIKA
Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju
kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang
pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak
mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan.
Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang
kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga
dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal
yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah:
- Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor)
- Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor)
- Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi)
Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu
menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju
pernyataan umum. Contoh:
- Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus)
- Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
- Semua manusia akan mati (kesimpulan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar